01775 2200301 4500001002100000005001500021007000300036008004100039020002200080035002000102082001200122084001800134245012700152250001400279264003400293300004200327336002100369337003000390338002300420520091900443600001501362700001601377700002001393990001501413990001501428990001501443990001501458INLIS00000000079083020210215111938ta210215 e 0 ind  a978-979-709-479-9 a0010-0221001579 a920.598 a920.598 HAK s1 aSaksofon, Kapal Induk, Dan "Human Error" :bCatatan Seorang Marsekal /cChappy Hakim; Editor. Beny Adrian, Dicky Septriadi aCetakan 1 aJakarta :bBuku Kompas,c2010 ax + 214 Halaman :bIlustrasi ;c21 cm 2rdacontentaTeks 2rdamediaaTanpa Perantara 2rdacarrieraVolume aPada masa Orde Lama, agar bisa makan, rakyat Indonesia banyak yang terpaksa antre beras dan minyak tanah. Akan tetapi, waktu itu peralatan angkatan perang kita disegani di kawasan Asia. Kemudian, di era reformasi peralatan angkatan perang kita banyak yang rusak akibat embargo suku cadang, sementara rakyat tetap saja banyak yang antre minyak tanah. Apa solusi bagi persoalan ini? Jawabnya, kita harus punya harga diri dan kebanggaan. Kita punya potensi untuk meraih kemajuan di berbagai bidang asal saja mau menjaga kehormatan, meningkatkan disiplin, serta berbuat segala sesuatu dengan benar, sesuai aturan. Inilah sekelumit opini seorang Chappy Hakim, yang ingin melihat bangsanya maju, memiliki harga diri, sekaligus disegani bangsa-bangsa lain. Menurutnya, hal yang sama juga diperlukan untuk mengatasi banyaknya kecelakaan moda udara, laut, dan darat, yang sering menghasilkan kesimpulan ”human error”. 4aPERJALANAN0 aBeny Adrian0 aDicky Septriadi aP002781/12 aU000971/10 aU000972/10 aU000973/10